Jumat, 22 Februari 2013

Penjaga Rel KA


Sarjo melamar pekerjaan sebagai penjaga lintasan kereta api. Dia diantar menghadap Pak Banu, kepala bagian, untuk wawancara.
“Seandainya ada dua kereta api berpapasan pada jalur yang sama, apa yang akan kamu lakukan?”, tanya Pak Banu, ingin mengetahui seberapa cekatan Sarjo.
“Saya akan pindahkan salah satu kereta ke jalur yang lain,” jawab Sarjo dengan yakin.
“Kalau handle untuk mengalihkan rel-nya rusak, apa yang akan kamu lakukan?”, tanya Pak Banu lagi.
“Saya akan turun ke rel dan membelokkan relnya secara manual.”
“Kalau macet atau alatnya rusak bagaimana?”
“Saya akan balik ke pos dan menelpon stasiun terdekat.”
“Kalau telponnya lagi dipakai?”
“Saya akan lari ke telpon umum terdekat?”
“Kalau rusak?”
“Saya akan pulang menjemput kakek saya.”
“LHO?”, tanya Pak Banu heran dengan jawaban Sarjo.
“Karena seumur hidupnya yang sudah 73 tahun, kakek saya belum pernah melihat kereta api tabrakan.”

Jam Tangan


Seorang pemuda sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta dengan kereta Senja Utama. Persis di depannya duduk seorang bapak. Setelah lama berdiam diri sambil menguap sang pemuda bertanya kepada bapak tersebut, “Jam berapa sekarang Pak???”.
Sebuah pertanyaan yang biasa kita lakukan di mana pun kapan pun dan kepada siapa pun, dan biasanya kita selalu dapat jawaban. Tapi kali ini sungguh di luar dugaan, si bapak diam saja. Mengira sang bapak agak kurang dengar pemuda tersebut mengulanginya sampai 3 kali, namun si bapak tetap diam tidak bergeming sedikitpun.
Merasa kesal, pemuda langsung mencolek bapak tersebut dan berkata, “Saya heran mengapa bapak tidak menjawab pertanyaan saya? Apa sich susahnya”, tanyanya kesal.
Si bapak menjawab dengan tenang, “Bukannya saya nggak mau menjawab, tapi nanti kalau saya jawab, kita pasti ngomong-ngomong lagi soal ini soal itu, terus sampai nanti kita jadi akrab”.
Si pemuda melongo mendengar ceramah si bapak, terus dia tanya lagi, “Lalu apa salahnya kalau kita akrab?”.
Si bapak bilang “Nanti anak gadis dan istri saya akan menjemput saya di Gambir, kalau kita sudah akrab, nanti kita akan turun sama-sama, terus saya pasti memperkenalkan mereka sama kamu”.
Si pemuda tambah bingung, “Terus pak..?” tanyanya lagi penasaran.
“Istri saya tuch orangnya baik sekali sama semua orang, nanti dia pasti nawarin kamu mampir ke rumah, nanti kamu mampir dan pasti mandi di rumah saya, terus makan di rumah saya, nanti kamu lama-lama bisa akrab dengan anak gadis saya dan kamu bisa jadi pacar anak saya dan lama-lama kamu bisa jadi menantu saya.” katanya lagi.
Sang pemuda yang tadi sudah bingung sekarang makin bingung, lantas dia tanya, “Terus apa hubungannya sama pertanyaan saya yang pertama?”
Dengan lantang bapak tersebut menjawab, “Masalahnya… SAYA TIDAK MAU PUNYA MENANTU SEPERTI KAMU, JAM TANGAN SAJA NGGAK PUNYA!!!”

Kucing


Budi pada dasarnya tidak menyukai kucing. Ia semakin benci ketika istrinya memelihara seekor kucing. Budi merasa istrinya jadi lebih perhatian pada kucingnya daripada dirinya.
Suatu hari Budi memutuskan untuk membuang kucing tersebut secara diam-diam. Ketika istrinya sedang mandi, ia pamit pergi keluar sebentar dan dibawanya si kucing. Setelah Budi bermobil sekitar 10 km dari rumah, ia pun membuang kucing tersebut.
Anehnya ketika ia sampai di rumah, si kucing sudah ada di sana. Budi heran campur berang. Sore harinya ia pergi lagi. Kali ini si kucing dibuangnya lebih jauh lagi. Namun tetap saja, sesampainya di rumah, kucing istrinya tersebut telah berada di sana.
Budi berusaha membuangnya lebih jauh lagi, lebih jauh lagi, tapi tetap saja si kucing kembali ke rumah mendahului dirinya.
Suatu hari ia tidak saja membawa si kucing pergi jauh, tapi juga berputar-putar dulu. Budi belok kanan, belok kiri, belok kanan, belok kanan lagi, berputar-putar sebelum akhirnya membuang kucing yang dibawanya.
Beberapa jam kemudian ia menelepon istrinya. “Tik, kucingmu ada di rumah?” tanya Budi.
“Ada, kenapa? Tumben nanya si Manis segala,” jawab istrinya agak heran.
“Panggil dia Tik, aku mau tanya arah pulang. Aku kesasar….!”

Budek


Jeri pergi ke dokter mengeluh tentang istrinya yang sudah hilang pendengaran.
“Seberapa burukkah pendengarannya?” tanya dokter.
“Entahlah, Dok. Yang jelas saya mesti harus berteriak kalau bicara dengannya.”
“Oke, cobalah anjuran saya. Berdiri sekitar 6 meter darinya, lalu katakan sesuatu. Kalau dia tak bisa mendengarmu, berdirilah lebih dekat darinya,lalu katakan yang Anda katakan tadi. Kalau dia belum juga mendengar, teruslah mendekat. Dengan begitu saya akan tahu berapa jarak maksimal pendengarannya.”
Maka, Jeri pulang ke rumah dan mendapati istrinya sedang memasak di dapur.
Dari jarak 6 meter ia berteriak, “Makan apa kita malam ini?”
Tak ada jawaban. Lalu ia mendekat lagi, berhenti di jarak 5 meter dan menanyakan hal yang sama. Juga tak terdengar jawaban. Begitu juga pada jarak 3 meter.
Akhirnya, ia berdiri di samping istrinya. “Makan apa kita malam ini?” katanya setengah berteriak.
Istrinya berbalik menghadap Jeri, memelototinya, dan berteriak: “Untuk keempat kalinya kubilang: KAMBING GULING!”

Ala Salomo

Dua orang ibu sedang memperebutkan seorang bayi. Mereka mengaku sebagai ibu yang sah dari bayi tersebut. Hakim seorang “Kristen” yang taat mempunyai ide seperti Raja Salomo, “Supaya adil bayi ini akan saya bagi dua!”
Ibu yang pertama mengatakan, “Jangan Bapak Hakim yang mulia, berikan saja pada dia!” Dalam waktu yang bersamaan ibu yang lain juga meneriakkan hal yang sama. Rupanya ke dua ibu ini juga orang “Kristen” yang mengenal kisah Salomo. Jadi sekarang hakim menjadi bingung tujuh keliling!!!!
Sidang ditunda sampai minggu depan. Seminggu kemudian, pak Hakim hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk menyelesaikan masalah ini, hanya dengan 5 kalimat, “Mari kita lakukan tes DNA!”

Menggambar Juring

Dihiji tempat angker tim “gerayangan” keur ngadeteksi arwah nu ngageugeuh tempat eta. Tim nugaskeun saurang ahli supranatural nu katelah mbah Rewok Genjlung anu pinter ngadeteksi mahluk halus kujalan ngagambar bungkeuleukanana. Satengah jam tiharita kakara rengse,mbah Rewok Genjlung langsung ditanya ku salasaurang tim.

Tim : ” Mahluk naon nu ngageugeuh tempat ieu teh mbah ?”

Mbah Rewok : ” Kuntilanak !”

Tim : “Geuning gambarna aya dua rupa, naha kuntilanakna aya dua?”
Mbah Rewok : “Lain aya dua, tapi eta eta keneh, ngan bedana dina buukna !”

Tim : “Enya we, nu eta mah kiriting ari nu ieu mah lurus,geuning bisa kitu ?”

Mbah Rewok : “Bisi teu nyaho mah anu kiriting digambar samemeh indit kasalon, tah ari nu buukna lurus digambar balik ti salon tas di rebonding cenah.”
Tim : ?!@#

Menembak Meleset

Jadi di suatu sekolah tentara, ada seorang calon tentara lagi latihan menembak. Awalnya pelatihnya ngasih peluru 10, disuruh nembak target. Tapi ke sepuluh peluru itu meleset. Pelatih nya pun ngasih peluru 10 lagi, tapi semuanya meleset juga. Gara-gara kesel si pelatih bilang gini,”Dasar bodoh, nembak gituan aja gag kena-kena, mending kamu tembak kepala kamu.” Si calon tentara hanya bisa diam aja gan…….
Pas malemnya, terdengar suara tembakan dari kamar calon tentara yang tadi. Si pelatih mikir gini,”Jangan-jangan dia bener2 nembak kepala nya…..
Trus si pelatih lari menuju kamar si calon tentara, eh si calon tentara keluar tanpa kurang sesuatu apapun…
si pelatih bingung,,,trus terjadilah percakapan keduanya..

Pelatih :Siapa yang nembak tadi
CaTen : Saya pak..
Pelatih : Nembak apaan kamu.??
CaTen : Kepala saya pak, kan bapak yang suruh tadi
(pelatihnya tambah bingung…. )
Pelatih :Tapi kok kamu gag kenapa-kenapa??
CaTen : Meleset pak…

Hari Paling Sial

Ada seorang pria sedang putus asa, hanya berdiam diri di bar selama satu setengah jam cuma memandangi minumannya.
Seorang pengemudi truk langsung datang dan meneguk minuman hingga habis isi gelas itu. Si pria pemilik minuman langsung menangis.
“Hei…jangan nangis begitu, dong!” seru si pengemudi truk.
“Aku cuma bercanda saja kok tadi. Aku belikan minuman lagi, deh!” hibur pengemudi truk.
“Nggak, nggak usah. Hari ini merupakan hari terburuk dalam hidupku. Pertama,
aku telat ke kantor. Bosku marah besar dan aku dipecat. Ketika mau pulang,
ternyata mobilku dicuri orang. Ketika naik taksi, ternyata dompet dan kartu
kredit
aku ketinggalan di dalamnya. Sampai rumah, istriku tidur dengan tukang
kebun. Aku meninggalkan rumah dan datang ke bar ini. Dan ketika aku berpikir
untuk mengakhiri hidupku, kau muncul dan meminum semua minuman beracun milikku”

tukang ojeg

Wanci geus nunjukeun jam salapan peuting, bi Ijah gura giru balik lantaran mun kapeutingan susah angkutan umum. Mun seug lain tatanggana nu kacilakaan,hoream cenah besuk karumah sakit peuting peuting. Geus satengah jam nagen disisi jalan can hiji hiji acan angkot ngaliwat, hatena tambah tagiwur lantaran hujan ngadadak ngagebret gede pisan, kapaksa bi Ijah nyalingker ngiuhan dihandapeun tangkal asem. Untungna hujan teh lila lila ngorotan, Teu kungsi lila, duka timana jebulna ujug ujug aya motor dihareupeun, nu numpakna langsung nawarkeun jasa .
“Bade kana ojeg ?” pokna teh.
“Ieu teh ojeg…? Mangga atuh !” bi Ijah semu nu asa asa.
“Ka Raja Galuh mang !”
“Mangga ! jawabna pondok

Ditengah jalan lamunan bi Ijah kumalayang,ras inget ka carita bi Ocoh nu nyaritakeun,yen dilemburna keur gujrud aya ojeg kajajaden,ceuk beja eta ojeg teh ririwana tukang ojeg anu tiwas ditelasan ku penumpangna. Bulu punduk bi Ijah beuki kedeplik lantaran sakeudeung deui bakal ngaliwatan kuburan tukang ojeg anu sok ngaririwaan tea.

Sosonoan

Opat poe katukang kang Panzi gura-giru kadokter cenah teu raraos body.
Sabada dipariksa, dokter nyimpulkeun yen kang Panzi teh loba teuing sosonoan jeung pamajikanana tur euweuh watesanana. Si dokter nyarankeun leuwih alus mun nek sosonoan kudu make jadwal nu matuh, saminggu cukup tilu kali

“Kumaha dok carana ngarah bisa nginget jadwalna??” Tanya kang Panzi
“Saena mah cirian we dinten naon wae anu awalanna tina huruf ‘S’ contona Senen, Salasa jeung Saptu,” jawab dokter.
Nincak poe kaopat kang Panzi teu kuat nahan, kapaksa ngalanggar saran dokter terus ngahudangkeun garwana nu keur sare,kulisik pamajikanana hudang bari satengah lulungu pok pamajikanana nanya
“Malem naon ieu teh kang?”
” Malem SUM’AT.Sssttt!!” tembal kang Panzi bari nyenghel

Tidak Ikut Komuni

Anak kedua saya ikut Misa, waktu itu dia masih sekolah di TK kecil. Saat komuni, kami berdua maju. Dia rupanya menyangka akan mendapat komuni juga, tapi ternyata dia hanya diberkati Pastor. Dia masih diam saja saat tiba kembali ke tempat duduk, tapi sudah tidak lagi semangat mengikuti ibadah.
Pada waktu lagu berikutnya dinyanyikan, “Aku tidak akan berkekurangan”, dia menyimak dulu lagu itu. Lalu dia protes keras- keras, “Tapi Erwin berkekurangan, Ma! Erwin tidak dapat itu. Aku mau itu tuh…” katanya sambil menunjuk-nunjuk ke mimbar depan.

Tukang Daging dan Ibu-ibu Sakit Gigi


Suatu pagi lewatlah seorang penjual daging.
“Dageeeng! Dageeeeennngg!!!” teriaknya. Seorang ibu rumah tangga yang sedang sakit gigi sewot banget mendengar teriakan si tukang daging.
Ibu: “Hei, tukang daging! Lu kagak punya otak ya….!!!???”
Tukang daging : “Wah kebetulan gak punya, Bu. Hari ini daging semua…”

Diet Sehat

Roy adalah penggemar berat si Dina. Suatu malam Roy memberanikan diri untuk mengajak Dina makan malam untuk merayakan diterimanya Roy bekerja di tempat yang baru. Roy menunggu untuk mencatat apa yang harus dipesannya, Dina belum dapat menentukan menu yang dikehendakinya. Ia justru masih sibuk mencocokkan daftar menu itu dengan buku diet yang tidak pernah lepas dari tas kecilnya.
“Hari ini aku harus makan makanan yang tidak lebih dari 300 kalori,” kata Dina. “Kalau aku pesan telur setengah matang, itu berarti 77 kalori. Lantas sepotong roti, 63 kalori, dan acar, 42 kalori. Lalu…”
“Pelayan!” panggil Roy kemudian.
“Ya! Apa saja pesanan bapak?”
“Dua gelas air putih, dan… itu saja!”

Bunuh Diri dengan Sehat


Seorang nenek terlihat mau bunuh diri di atas jembatan sambil membawa sabun.
Polisi : “Nenek mau bunuh diri ya?”
Nenek : “Memang nggak bisa liat apa?”
Polisi : “Tapi kok bawa sabun segala, Nek?”
Nenek : “Cara sehat untuk mati!”